Jumat, 29 April 2011

Asuhan Keperawatan Gastritis



KONSEP DASAR

A.    Pengertian
Gastritis adalah inflamasi dari dinding lambung terutama pada mukosa gaster. (Hadi, 2005)
Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronik, difus atau lokal. (Price & Wilson, 2002)
Gastritis adalah peradangan lokal atau menyebar pada mukosa lambung, yang berkembang bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan lain. (Charlene J, Reeves, 2001)

B.     Etiologi
Beberapa hal yang dapat menyebabkan kerusakan lapisan pelindung lambung
1.      Gastritis Bakterialis
Infeksi bakteri Helicobacter Pylori yang hidup didalam lapisan mukosa yang melapisi dinding lambung. Diperkirakan ditularkan melalui jalur oral atau akibat memakan atau minuman ynag terkontaminasi oleh bakteri ini. Infeksi ini sering terjadi pada masa kanak-kanan dan dapat bertahan seumur hidup jika tidak dilakukan perawatan.
2.      Gastritis Karena Stres Akut
3.      Gastritis Erosif Kronis
Pemakaian obat penghilang rasa nyeri secara terus – menerus. Obat analgesik anti inflamasi nonsteroid (AINS) seperti Aspirin, Ibu Profen dan Naproxen dapat menyebabkan perdarahan pada lambung dengan cara menurunkan Prostaglandin yang bertugas melindungi dinding lambung.
4.      Penyakit Crohn,
Gejalanya sakit perut dan diare dalam bentuk cairan. Bisa menyebabkan peradangan kronis pada dinding saluran cerna namun, kadang – kadang dapat juga menyebabkan peradangan pada dinding lambung.

5.      Penggunaan Alkohol secara berlebihan
Alkohol dapat mengiritasi dan mengikis mucosa pada dinding lambung dan membuat dinding lambung lebih rentan terhadap asam lambung walaupun dalam kondisi normal.
6.      Gastritis Eosinofilik
Terjadi sebagai akibat dari reaksi alergi terhadap infeksi cacing gelang Eosinofil (sel darah putih) terkumpul pada dinding lambung.
7.      Gastritis Hipotropi dan Atropi
Terjadi karena kelainan Autoimmune, Autoimmune Atropic Gastritis terjadi ketika sistem kekebalan tubuh menyerang sel – sel yang sehat yang berada dalam dinding lambung. Hal ini mengakibatkan peradangan dan secara bertahap menipiskan dinding lambung, menghancurkan kelenjar –kelenjar penghasil asam lambung dan mengganggu produksi faktor intrinsik (yaitu sebuah zat yang membantu tubuh mengabsorbsi vitamin B12) kekurangan vitamin B12 akhirnya, dapat mengakibatkan Pernicious Anemia, sebuah kondisi yang serius bila tidak segera dirawat dapat mempengaruhi seluruh sistem dalam tubuh. Autoimmune Atropic Gastritis terutama terjadi pada orang tua.
8.      Penyakit Meiner
Dinding lambung menjadi tebal, lipatannya melebar, kelenjarnya membesar dan memiliki kista yang terisi cairan. Sekitar 10 % penderita ini menderita kanker lambung.
9.      Gastritis Sel Plasma
Sel plasma ( salah satu jenis sel darah putih ) terkumpul dalam dinding lambung dan organ lainnya.
10.  Penyakit Bile Refluk
Bile ( empedu ) adalah cairan yang membantu mencerna lemak – lemak dalam tubuh. Cairan ini diproduksi oleh hati. Ketika dilepaskan, empedu akan melewati serangkaian saluran kecil dan menuju keusus kecil. Dalam kondisi normal, sebuah otot Sphincter yang berbentuk seperti cincin (Pyloric Valve) akan mencegah empedu mengalir balik kedalam lambung. Tetapi jika katub ini tidak bekerja dengan benar, maka empedu akan masuk kedalam lambung dan mengakibatkan peradangan dan Gastritis.
11.  Radiasi dan Kemoterapi
Perawatan terhadap kanker seperti kemoterapi dan radiasi dapat mengakibatkan peradangan pada dinding lambung dan selanjutnya dapat berkembang menjadi Gastritis dan Peptic Ulcer. Ketika tubuh terkena sejumlah kecil radiasi, kerusakan yang terjadi biasanya sementara, tapi dalam dosis besar akan mengakibatkan kerusakan tersebut menjadi permanen dan dapat mengikis dinding lambung serta merusak kelenjar – kelenjar penghasil asam lambung.

C.    Patofisiologi
Lambung adalah sebuah kantong otot yang kosong, terletak dibagian kiri atas perut tepat dibawah tulang iga. Lambung orang dewasa memiliki panjang berkisar antara 10 inci dan dapat mengembang untuk menampung makanan atau minuman sebanyak 1 gallon. Bila lambung dalam keadaan kosong, maka ia akan melipat, mirip seperti sebuah akordion. Ketika lambung mulai terisi dan mengembang, lipatan – lipatan tersebut secara bertahap membuka.
Lambung memproses dan menyimpan makanan dan secara bertahap melepaskannya kedalam usus kecil. Ketika makanan masuk kedalam esofagus, sebuah cincin otot yang berada pada sambungan antara esofagus dan lambung ( Esophangeal Sphincer ) akan membuka dan membiarkan makanan masuk lewat lambung. Setelah masuk kelambung cincin ini menutup. Dinding lambung terdiri dari lapisan otot yang kuat. Ketika makanan berada dilambung, dinding lambung akan mulai menghancurkan makanan tersebut. Pada saat yang sama, kelenjar – kelenjar yang berada dimucosa pada dinding lambung mulai mengeluarkan cairan lambung ( termasuk enzim – enzim dan asam lambung ) untuk lebih menghancurkan makanan tersebut.
Suatu komponen cairan lambung adalah Asam Hidroklorida. Asam ini sangat korosif sehingga paku besipun dapat larut dalam cairan ini. Dinding lambung dilindungi oleh mucosa – mucosa bicarbonate (sebuah lapisan penyangga yang mengeluarkan ion bicarbonate secara reguler sehingga menyeimbangkan keasaman dalam lambung ) sehingga terhindar dari sifat korosif hidroklorida. Fungsi dari lapisan pelindung lambung ini adalah agar cairan asam dalam lambung tidak merusak dinding lambung. Kerusakan pada lapisan pelindung menyebabkan cairan lambung yang sangat asam bersentuhan langsung dengan dinding lambung dan menyebabkan peradangan atau inflamasi.Gastritis biasanya terjadi ketika mekanisme pelindung ini kewalahan dan mengakibatkan rusak dan meradangnya dinding lambung

D.    Manifestasi Klinis
Gejalanya bermacam – macam, tergantung kepada penyebab Gastritisnya. Biasanya penderita Gastritis mengalami gangguan pencernaan ( Indigesti ) dan rasa tidak nyaman diperut sebelah atas:
1.      Gastritis Bakterialis
Dapat ditandai dengan adanya demam, sakit kepala dan kejang otot.
2.      Gastritis Karena Stres Akut
Penyebabnya (misalnya penyakit berat, luka bakar atau cedera) biasanya menutupi gejala – gejala lambung : tetapi perut sebelah atas terasa tidak enak. Segera setelah cedera, timbul memar kecil dalam lapisan lambung, dalam beberapa jam memar ini bisa berubah menjadi ulkus. Ulkus dan Gastritis bisa menghilang bila penderita sembuh dengan cepat dari cederanya. Bila penderita tetap sakit, ulkus bisa membesar dan mulai mengalami pendarahan, biasanya dalam waktu 2 – 5 hari setelah terjadinya cedera. Perdarahan menyebabkan tinja berwarna kehitaman seperti aspal, cairan lambung menjadi kemerahan dan jika sangat berat, tekanan darah bisa turun. Perdarahan bisa meluas dan berakibat fatal.
3.      Gastritis Erosif Kronis
Gejalanya berupa mual ringan dan nyeri diperut sebelah atas. Tetapi banyak penderita ( misalnya pemakai Aspirin jangka panjang ) tidak merasakan nyeri. Penderita lainnya merasakan gejala yang mirip ulkus, yaitu nyeri ketika perut kosong. Jika gastritis menyebabkan perdarahan dari ulkus lambung, gejalanya berupa tinja berwarna kehitaman seperti aspal ( Melena ), muntah darah ( Hematemesis ) atau makanan yang sudah dicerna yang menyerupai endapan kopi.
4.      Gastritis Eosinofilik
Gejalanya berupa nyeri perut dan muntah bisa disebabkan penyempitan atau penyumbatan ujung saluran lambung yang menuju keusus dua belas jari.
Penyakit Meniere
Gejala yang paling sering ditemukan adalah nyeri lambung. Hilangnya nafsu makan, mual, muntah dan penurunan berat badan, lebih jarang terjadi. Tidak pernah terjadi perdarahan lambung. Penimbunan cairan dan pembengkakan jaringan (edema) bisa disebabkan karena hilangnya protein dari lapisan lambung yang meradang. Protein yang hilang ini bercampur dengan isi lambung dan dibuang dari tubuh.
5.      Gastritis Sel Plasma
Gejalanya berupa nyeri perut dan muntah bisa terjadi bersamaan dengan timbulnya ruam dikulit dan diare.
Gastritis Akibat Terapi Penyinaran
Menyebabkan nyeri, mual dan Heartburn (rasa hangat atau rasa terbakar dibelakang tulang dada), yang terjadi karena adanya peradangan dan kadang karena adanya tukak dilambung. Tukak bisa menembus dinding lambung sehingga isi lambung tumpah kedalam rongga perut, menyebabkan peritonitis (peradangan lapisan perut) dan nyeri yang luar biasa. Perut kaku dan keadaan ini memerlukan tindakan pembedahan darurat. Kadang setelah terapi penyinaran, terbentuk jaringan parut yang menyebabkan menyempitnya saluran lambung yang menuju keusus duabelas jari, sehingga terjadi nyeri perut dan muntah. Penyinaran bisa merusak lapisan pelindung lambung, sehingga bakteri dapat masuk kedalam dinding lambung dan menyebabkan nyeri hebat yang muncul secara tiba – tiba.
Gejala Gastritis secara umum
1.      Hilangnya nafsu makan.
2.      Sering disertai rasa pedih atau kembung di ulu hati, mual dan muntah.
3.      Perih atau sakit seperti rasa terbakar pada perut bagian atas yang dapat menjadi lebih baik atau lebih buruk ketika makan.
4.      Perut terasa penuh pada perut bagian atas setelah makan.
5.      Kehilangan berat badan.

E.     Klasifikasi
Gastritis dibagi menjadi 2 jenis (Charlene.J.Reeves, 2001) yaitu:
1.      Gastritis Akut
Gastritis akut adalah proses peradangan jangka pendek dengan konsumsi agen kimia atau makanan yang mengganggu dan merusak mucosa gastrik. Agen semacam itu mencakup bumbu, rempah-rempah, alkohol, obat-obatan, radiasi, chemoterapi dan mikroorganisme infektif.
2.      Gastritis Kronis
Gastritis kronis dibagi dalam tipe A dan B. Gastritis tipe A mampu menghasilkan imun sendiri, tipe ini dikaitkan dengan atropi dari kelenjar lambung dan penurunan mucosa. Penurunan pada sekresi gastrik mempengaruhi produksi antibodi. Anemia Pernisiosa berkembang dengan proses ini. Sedangkan Gastritis tipe B lebih lazim, tipe ini dikaitkan dengan infeksi bakteri Helicobacter Pylori, yang menimbulkan ulkus pada dinding lambung.






F.     Pathway
G.    Pemeriksaan Penunjang
Bila pasien didiagnosis terkena Gastritis, biasanya dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang untuk mengetahui secara jelas penyebabnya. Pemeriksaan ini meliputi :
1.      Pemeriksaan Darah
Tes ini digunakan untuk memeriksa adanya antibodi H. Pylori dalam darah. Hasil test yang positif menunjukan bahwa pasien pernah kontak dengan bakteri pada suatu waktu dalam hidupnya, tapi itu tidak menunjukan bahwa pasien tersebut terkena infeksi. Tes darah dapat juga dilakukan untuk memeriksa Anemia, yang terjadi akibat pendarahan lambung akibat Gastritis.
2.      Pemeriksaan Pernafasan
Tes ini dapat menentukan apakah pasien terinfeksi oleh bakteri H. Pylori atau tidak.
3.      Pemeriksaan Feses
Tes ini memeriksa apakah terdapat H. Pylori dalam feses atau tidak. Hasil yang positif mengindikasikan terjadi infeksi. Pemeriksaan juga dilakukan terhadap adanya darah dalam feses. Hal ini menunjukan adanya perdarahan pada lambung.
4.      Endoskopi Saluran Cerna Bagian Atas
Dengan test ini dapat terlihat adanya ketidaknormalan pada saluran cerna bagian atas yang mungkin tidak terlihat dengan sinar-X. Test ini dilakukan dengan cara memesukan sebuah selang kecil yang fleksibel (endoskop) melalui mulut dan masuk kedalam Esopagus, lambung dan bagian atas usus kecil. Tenggorokan akan terlebih dahulu dimati-rasakan (anestesi) sebelum endoskop dimasukan untuk memastikan pasien merasa nyaman menjalani test ini. Jika ada jaringan dalam saluran cerna yang terlihat mencurigakan, dokter akan mengambil sedikit sampel (biopsi) dari jaringan tersebut. Sampel itu kemudian akan dibawa kelaboratorium untuk diperiksa. Test ini memakan waktu kurang lebih 20 sampai 30 menit. Pasien biasanya tidak langsung disuruh pulang ketika selesai test ini, tetapi harus menunggu sampai efek dari anestesi menghilang, kurang lebih satu atau dua jam. Hampir tidak ada resiko akibat test ini. Komplikasi yang sering terjadi adalah rasa tidak nyaman pada tenggorokan akibat menelan endoskop.
5.      Rontgen Saluran Cerna Bagian Atas
Test ini akan melihat adanya tanda-tanda Gastritis atau penyakit pencernaan lainnya. Biasanya pasien akan diminta menelan cairan Barium terlebih dahulu sebelum dilakukan Ronsen. Cairan ini akan melapisi saluran cerna dan akan terlihat lebih jelas ketika dironsen.

H.    Komplikasi
Jika dibiarkan tidak terawat, Gastritis akan dapat mengakibatkan Peptic Ulcers dan perdarahan pada lambung. Beberapa bentuk gastritis kronis dapat meningkatkan resiko kanker lambung, terutama jika terjadi penipisan secara terus – menerus pada dinding lambung dan perubahan pada sel – sel dinding lambung.
Kebanyakan kanker lambung adalah Adenocarcinomas, yang bermula pada sel – sel kelenjar dalam mucosa. Adenocarsinomas tipe 1 biasanya terjadi akibat infeksi H. Pylori. Kanker jenis lain yang terkait dengan infeksi akibat H. Pylori adalah MALT (Mucosa associated Lymphoid Tissue) Lymphomas, kanker ini berkembang secara perlahan pada jaringan sistem kekebalan pada dinding lambung. Kanker jenis ini dapat disembuhkan bila ditemukan pada tahap awal.
I.       Penatalaksanaan
Terapi Gastritis sangat bergantung pada penyebab spesifiknya dan mungkin memerlukan perubahan dalam gaya hidup, pengobatan atau dalam kasus yang jarang pembedahan untuk mengobatinya.
1.      Jika penyebabnya adalah infeksi oleh Helicobacter Pylori, maka diberikan Bismuth, Antibiotik (misalnya Amoxicillin &Claritromycin) dan obat anti-tukak (misalnya Omeprazole).
2.      Penderita Gastritis karena stres akut banyak mengalami penyembuhan (penyakit berat, cedera atau perdarahan) berhasil diatasi. Tetapi sekitar 2 % penderita Gastritis karena stres akut mengalami perdarahan yang sering berakibat fatal. Karena itu dilakukan pencegahan dengan memberikan Antasid (untuk menetralkan asam lambung) dan obat anti-ulkus yang kuat (untuk mengurangi atau menghentikan pembentukan asam lambung). Perdarahan hebat karena Gastritis akibat stres akut bisa diatasi dengan menutup sumber perdarahan dengan tindakan Endoskopi. Jika perdarahan masih berlanjut mungkin seluruh lambung harus diangkat.
3.      Penderita Gastritis Erosif Kronis bisa diobati dengan Antasid. Penderita sebaikanya menghindari obat tertentu (misalnya Aspirin atau obat anti peradangan non-steroid lainnya) dan makanan yang menyebabkan iritasi lambung. Misoprostol mungkin bisa mengurangi resiko terbentuknya Ulkus karena obat anti peradangan non-steroid.
4.      Untuk meringankan penyumbatan disaluran keluar lambung pada Gastritis Eosinofilik, bisa diberikan Kortikosteroid atau dilakukan pembedahan.
5.      Gastritis Atrofik tidak dapat disembuhkan, sebagian besar penderita harus mendapatkan suntikan tambahan vitamin B12.
6.      Penyakit Meiner bisa disembuhkan dengan mengangkat sebagian atau seluruh lambung.
7.      Gastritis sel plasma bisa diobati dengan obat anti Ulkus yang menghalangi pelepasan asam lambung.
Pengaturan diet yaitu pemberian makanan lunak dengan jumlah sedikit tapi sering.
Makanan yang perlu dihindari adalah yang merangsang dan berlemak seperti sambal, bumbu dapur dan gorengan.
Kedisiplinan dalam pemenuhan jam-jam makan juga sangat membantu pasien dengan gastritis.

J.      Pengkajian
  1. Faktor presdiposisi dan presipitasi
·         Faktor predisposisi adalah bahan-bahan kimia, merokok, kafein, steroid, obat analgetik, anti inflamasi, cuka atau lada.
·         Faktor presipitasinya adalah kebiasaan mengkonsumsi alcohol dan rokok, penggunaan obat-obatan, pola makan dan diet yang tidak teratur, serta gaya hidup seperti kurang istirahat.
  1. Test dignostik
·         Endoskopi : akan tampak erosi multi yang sebagian biasanya berdarah dan letaknya tersebar.
·         Pemeriksaan Hispatologi : akan tampak kerusakan mukosa karena erosi tidak pernah melewati mukosa muskularis.
·         Pemeriksaan radiology.
·         Pemeriksaan laboratorium.
·         Analisa gaster : untuk mengetahui tingkat sekresi HCL, sekresi HCL menurun pada klien dengan gastritis kronik.
·         Kadar serum vitamin B12 : Nilai normalnya 200-1000 Pg/ml, kadar vitamin B12 yang rendah merupakan anemia megalostatik.
·         Kadar hemagiobi, hematokrit, trombosit, leukosit dan albumin.
·         Gastroscopy.
Untuk mengetahui permukaan mukosa (perubahan) mengidentifikasi area perdarahan dan mengambil jaringan untuk biopsi

K.    Diagnosa Keperawatan
  1. Resti gangguan keseimbangan volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, muntah.
  1. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, anorexia.
  1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan inflamasi mukosa lambung.
  1. Keterbatasan aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
  1. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi.

L.     Intervensi
1.      Resti gangguan keseimbangan volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, muntah.
Tujuan :
Resti gangguan keseimbangan cairan tidak terjadi.

Kriteria Hasil :
Membran mukosa lembab, turgor kulit baik, elektrolit kembali normal, pengisian kapiler berwarna merah muda, tanda vital stabil, input dan output seimbang.

Intervensi :
·      Kaji tanda dan gejala dehidrasi
·      Observasi ttv
·      Ukur intake dan out anjurkan klien untuk minum ± 1500-2500ml
·      Observasi kulit dan membran mukosa
·      Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan infuse
2.      Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, anorexia.
Tujuan
Gangguan nutrisi teratasi
Kriteria Hasil :
Berat badan stabil, nilai laboratorium Albumin normal, tidak mual dan muntah BB dalam batas normal, bising usus normal

Intervensi :
·         Kaji intake makanan
·         Timbang BB secara teratur
·         Berikan perawatan oral secara teratur
·         Anjurkan klien makan sedikit tapi sering
·         Berikan makanan dalam keadaan hangat
·         Auskultasi bising usus
·         Kaji makanan yang disukai
·         Awasi pemeriksaan laboratorium misalnya : Hb, Ht, Albumin
3.      Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan inflamasi mukosa lambung.
Tujuan :
Nyeri dapat berkurang/hilang
Kriteria Hasil :
Nyeri hilang/terkontrol, tampak rileks dan mampu tidur/istirahat, skala nyeri
menunjukkan angka 0.
Intervensi :
·         Kaji skala nyeri dan lokasi nyeri
·         Observasi ttv
·         Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman
·         Anjurkan tekhnik relaksasi dengan nafas dalam
·         Lakukan kolaborasi dalam pemberian obat sesuai dengan indikasi untuk mengurangi nyeri

4.      Keterbatasan aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
Tujuan :
Keterbatasan aktifitas teratasi.
Kriteria Hasil :
Keadaan umum baik, klien tidak dibantu oleh keluarga dalam beraktifitas.
Intervensi :
·         Tingkatkan tirah baring atau duduk
·         Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman
·         Batasi pengunjung
·         Dorong penggunaan tekhnik relaksasi
·         Kaji nyeri tekan pada gaster
·         Berikan obat sesuai dengan indikasi
5.      Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan :
Kurang pengetahuan teratasi.
Kriteria Hasil :
Klien dapat menyebutkan pengertian, penyebab, tanda dan gejala, perawatan, pencegahan dan pengobatan.
Intervensi :
·         Kaji tingkat pengetahuan klien
·         Beri pendidikan kesehatan (penyuluhan) tentang penyakit
·         Beri kesempatan klien atau keluarga untuk bertanya
·         Beritahu tentang pentingnya obat-obatan untuk kesembuhan klien.
M.   Evaluasi
Evaluasi pada klien dengan Gastrtitis, yaitu :
  1. Keseimbangan cairan dan elektrolit teratasi
  2. Kebutuhan nutrisi teratasi
  3. Gangguan rasa nyeri berkurang
  4. Klien dapat melakukan aktifitas
  5. Pengetahuan klien bertambah.


DAFTAR PUSTAKA

Brunner, A. Suddart, 2005, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,ed 8 vol.3, EGC, Jakarta.

Ester, M, 2001, Keperawatan Medikal Bedah Pendekatan Sistem Gastrointestinal, EGC, Jakarta.

Johnson, Marion, 2000, Nursing Outcomes Classification (NOC), second edition, Mosby, United State of American.

Long, BC, 1996, Perawatan Medikal Bedah: Suatu Pendekatan Proses Keperawatan, Yayasan Ikatan Pendidikan Keperawatan Pajajaran , Bandung.

Mansjoer, A, Suprohaita & Setyowulan, 1999, Kapita Selekta Kedokteran ed 3, Media Aesculapius, Jakarta.

Santosa, Budi, 2006, Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006 Definisi dan Klasifikasi, EGC, Jakarta.

Priharjo, R, 1996, Pengkajian Fisik Keperawatan, editor Gede Yasmin asih, EGC, Jakarta.

Reeves, Charlene J, 2001, Keperawatan Medikal Bedah, Salemba Medika, Jakarta.

http://www.medicastore.com/ Gastritis/ Diakses pada tanggal 24 Mei 2008

http://google.com//Gastritis/ Diakses pada tanggal 24 Mei 2008

Asuhan Keperawatan Bronkopnemoni

A.    PENGERTIAN   
Broncho pneumoni adalah frekuensi komplikasi pulmonari, batuk produktif yang lama, tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, pernafasan meningkat (Suzanne G Bare, 1993).
Broncho pneumonia adalah radang paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru yang ditandai dengan adanya bercak infiltrat ( Whalley and Wong,1996).
Broncho pneumonia adalah radang paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, dan benda-benda asing (Silvia Anderson,1994).

B.     ETIOLOGI
Menurut Whaley’s dan Wong (1996: 1400) disebutkan bahwa  Streptococus, staphylococcus atau basil ektrik sebagai agen penyebab di bawah umur 3 bulan.
Selain itu juga dapat disebabkan oleh bakteri : Diplococus Pneumonia, Pneumococcus, Stretococcus Hemoliticus Aureus, Haemophilus Influenza, Basilus Friendlander (Klebsial Pneumoni), Mycobacterium Tuberculosis. Virus : Respiratory syntical virus, virus influenza, virus sitomegalik.Jamur : Citoplasma Capsulatum, Criptococcus Nepromas, Blastomices Dermatides, Cocedirides Immitis, Aspergillus Sp, Candinda Albicans, Mycoplasma Pneumonia. Aspirasi benda asing.

C.    KLASIFIKASI
Klasifikasi berdasarkan etiologi (betz & sawden, 2002) adalah :

1.      Pneumonia

Pneumonia stafilokokus, streptokokus dan pneumokokus merupakan pneumonia yang paling sering ditemukan.
2.      Pneumonia Virus
Virus penyebab adalah virus influensa, adenovirus, rubeola, varisela, srtomegalovirus manusia, dan virus sinsisium pernapasan.
3.      Pneumonia Mikroplasma
Mikroplasma adalah organisme kecil yang dikelilingi oleh membran berlapis tiga tanpa sel. Pneumonia mikroplasma paling sering terjadi pada anak-anak yang sudah besar dan dewasa muda.
Klasifikasi pneumonia berdasarkan anatomi (Hidayat, 2006) menjadi :
1.      Pneumonia Lobaris
Terjadi pada seluruh/satu bagian lobus paru.
Pneumonia Interstisial
Terjadi di dalam dinding alveolar dan jaringan peribonkin serta interlobaris.
2.      Bronkopneumonia
            Terjadi pada ujung akhir bronkhiolus yang dapat tersumbat oleh eksudat mukopurulent untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus.

D.     TANDA DAN GEJALA ( Hidayat, 2006 : 50 )

1.     Pneumonia Bakteri

a.       Rinitis ringan

b.      Anoreksia

c.       Gelisah

d.      Demam

e.       Malaise

f.       Napas cepat & dangkal (50-80)

g.      Ekspirasi bersemi

h.      Lebih dari 3 tahun – sakit kepala & kedinginan

i.        Kurang dari 2 tahun – vomitus & diare ringan

j.        Leukositosis

k.      Fototorax – pneumonia lobar

2.     Pneumonia Virus

a.       Batuk, rinitis

b.      Demam ringan, batuk ringan dan malaise sampai demam tinggi, batuk hebat dan protasi (kelesuan)

c.       Empisema obstruktif

d.      Hasil foto torax – bronkopneumonia

e.       Penurunan leukosit

3.     Pneumonia mikroplasma

a.       Awal demam, menggigil, sakit kepala, anoreksia, mialgia (nyeri otot)

b.      Rinitis, sakit tenggorokan

c.       Batuk kering berdarah

d.      Hasil foto torax – area konsolidas


E.           PATOFISIOLOGI

Bakteri dan virus penyebab terisap ke paru perifer melalui saluran napas menyebabkan reaksi jaringan berupa edema, sehingga akan mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi yaitu terjadinya sel PMN (polimofonuklear) fibrin eritrosit, cairan edema dan kuman alveoli. Kelanjutan proses infeksi berupa deposisi fibril dan leukosit PMN di alveoli dan proses fagositosis yang cepat dilanjutkan stadium resolusi dengan meningkatnya jumlah sel makrofag di alveoli, degenerasi sel dan menipisnya febrio serta menghilangkan kuman dan debris (Mansjoer, 2000: 966).


F.    MANIFESTASI KLINIS

Secara umum dapat dibagi menjadi:

1.      Manifestasi nonspesifik infeksi dan toksisitas berupa demam, sakit kepala, iritabel, gelisah, malaise, nafsu makan kurang, keluhan gastrointestinal.

2.      Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipneu, ekspektorasi sputum, napas cuping hidung, sesak napas, air hunger, merintih, dan sianosis.

3.      Tanda pneumonia berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam saat bernapas bersama dengan peningkatan frekuensi napas), perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, dan ronkhi.

4.      Tanda efusi pleura atau empiema berupa gerak ekskursi dada tertinggi di daerah efusi, perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, suara napas tubuler tepat diatas batas cairan, friction rub, nyeri dada karena iritasi pleura (nyeri berkurang bila efusi bertambah dan berubah menjadi nyeri tumpul), kaku kuduk/meningismus (iritasi meningen tanpa enflamasi) bila terdapat iritasi pleura lobus atas, nyeri abdomen (kadang terjadi bila iritasi mengenai diafragma pada pneumonia lobus kanan bawah).

5.      Tanda infeksi ekstrapulmonal.


G.  PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.      Pengambilan sekret secara broncoscopy dan fungsi paru untuk preparasi langsung, biakan dan test resistensi dapat menemukan atau mencari etiologinya, tetapi cara ini tidak rutin dilakukan karena sukar.

2.      Secara laboratorik gambaran darah tepi leukositosis mencapai 15.000-40.000/mm³ dengan pergesaran ke kiri. Urin berwarna lebih tua, terdapat albuminuria ringan karena suhu naik dan sedikit torak hialin. Analisa gas darah arteri menunjukan asidosis metabolik dengan atau tanpa retensi CO2.

3.      Foto thorax bronkopneumoni terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus, jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa lobus.


H.    PENULARAN

1.      Droplet infection

2.      Makanan & minuman yang terkontaminasi

3.      Peralatan pernapasan yang terkontaminasi

4.      Penggunaan peralatan (ex. Alat makan) secara bersama-sama

I.           PENCEGAHAN

1.      Hindari udara yang lembab

2.      Pastikan kebersihan makanan, diri & lingkungan

3.      Tingkatkan daya tahan tubuh & asupan gizi

4.      Anjurkan untuk imunisasi lengkap & tepat waktu

 

J.           PENATALAKSANAAN

1.      Medik

a.       Penisillin 50.000 u/kg BB/hr ditambah dengan klomfenikol 50-70 mg/kg BB/hr atau diberikan antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti ampisillin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4-5 hari.

b.      Pemberian O2 dan cairan intravena biasanya diperlukan campuran glukosa 5% dan NaCl 0,9% dalam perbandingan 3:1 ditambah dengan larutan KCl 10mEg/500 ml/botol infus.

c.       Karena sebagian besar pasien jatuh ke dalam asidosis metabolik akibat kurang makan dan hipoksia, maka dapat diberikan koreksi sesuai dengan analisa hasil gas darah arteri.

d.      Kemotherapi untuk mycroplasma pneumonia, dapat diberikan Eritromicin 4 X 500 mg sehari atau Tetrasiklin 3 – 4 mg sehari.

e.       Bila terdapat obstruksi jalan napas, dan lendir serta ada febris, diberikan broncodilator.

2.     Keperawatan

a.       Menjaga kelancaran pernapasan

b.      Kebutuhan istirahat

c.       Kebutuhan nutrisi dan cairan

d.      Mengontrol suhu tubuh

e.       Mencegah komplikasi atau gangguan rasa nyaman dan nyaman

f.       Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.

 


K.    KOMPLIKASI

1.      Atelektasis

Adalah pengembangan paru yang tidak sempurna atau kolaps paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.

Apabila penumpukan secret akibat berkurangnya daya kembang paru-paru terus terjadi dan penumpukan secret ini menyebabkan obstruksi bronkus intrinsik

2.      Empisema

Adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
Terjadi di mulai adanya gangguan pembersihan jalan napas akibat penutupan sputum, peradangan yang menjalar ke bronkhiolus menyebabkan dinding bronkhiolus mulai melubang dan membesar.

3.      Abses paru

Adalah pengumpulan pus dalam paru yang meradang.
Di dalam paru-paru berdinding tebal, nanah mengisi rongga yang dibentuk ketika infeksi atau peradangan merusak jaringan paru. Bisul sering merupakan hasil dari bunyi aspirasi radang paru-paru ketika campuran organisme masuk ke dalam paru-paru bisul dapat menyebabkan haemorhagic di dalam paru-paru jika tidak diperlakukan, tetapi atibiotik yang khusus membunuuh bakteri anaerobic dan organisme lain secara cepat dapat mengurangi bahaya.

4.      Infeksi sitemik

5.      Endokarditis

Adalah peradangan pada endokardial

6.      Meningitis

Adalah infeksi yang menyerang selaput otak
Penyebaran virus haemofillus influenza melalui hematogen ke system saraf sentral. Penyebarannya juga bisa di mulai saat terjadi infeksi saluran pernapasan atau dimana manifestasi klinik meningitis menyerupai pneumonia.



L. PATHWAY KEPERAWATAN


 

                                                                                                                                                             
                                                                                                                                                     
                                                                          
                                                                          

                                                                          
                                                                                                                                                     







Sumber : Dongoes, M.E,2000,Rencana Asuhan Keperawatan,EGC,Jakarta.


ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN BRONCHOPNEUMONIA

A.  PENGKAJIAN
      1.  Wawancara
a         Apakah adanya riwayat batuk
b        Apakah adanya penurunan napsu makan
c         Apakah sering mengalami demam
2.  Riwayat Kesehatan
a.       Adanya riwayat mual dan muntah
b.      Riwayat penyakit infeksi saluran pernapasan sebelumnya : batuk, pilek, demam
c.       Anorexia, sukar menelan yang berhubungan dengan imunitas seperti malnutrisi
d.      Anggota keluarga lain yang mengalami sakit saluran pernapasan
e.       Batuk produktif, pernapasan cuping hidung, pernapasan cepat dan dangkal, gelisah, sianosis
      3.  Pemeriksaan Fisik
a.       Inspeksi : dispneu, takipneu, napas cuping hidung, gerak dada naik turun pada daerah yang sakit
b.      Palpasi : fremitus suara normal sampai dengan meningkat
c.       Perkusi : redup, batas tegas
d.      Auskultasi : ronkhi basah halus atau vesikuler
      4.  Data Fokus (Doengoes, 2000)
a         Pernapasan
1)      Gejala : takipneu, dispneu, progresif, pernapasan dangkal, penggunaan obat aksesoris, pelebaran nasal
2)      Tanda : bunyi napas ronkhi, halus dan melemah, wajah pucat atau sianosis bibir atau kulit
b        Aktivitas atau istirahat
1)      Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
2)      Tanda : penurunan toleransi aktivitas, letargi
c         Integritas ego : banyaknya stressor
d        Makanan atau cairan
1)      Gejala ; kehilangan napsu makan, mual, muntah
2)      Tanda : distensi abdomen, hiperperistaltik usus, kulit kering dengan turgor kulit buruk, penampilan kakeksia (malnutrisi)
           e.   Nyeri atau kenyamanan
1)      Gejala : sakit kepala, nyeri dada (pleritis), meningkat oleh batuk, nyeri dada substernal (influenza), mialgia, atralgia
2)      Tanda : melindungi area yang sakit (pasien umumnya tidur pada posisi yang sakit untuk membatasi gerakan)
      5.  Data Penunjang
1)      Foto thorax bronkopneumoni terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus
2)      Secara laboratorik ditemukan leukositosis mencapai 15.000 - 40.000 /mm³
B.  DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Bersihan jalan napas tidak efektif b.d produksi mukus meningkat
2.      Gangguan pertukaran gas b.d perubahan kapiler alveoli
3.      Hipertermia b.d proses infeksi
4.      Resiko kekurangan volume cairan b.d out put berlebih
5.      Intoleransi aktivitas b.d ganggaun suplai oksigen
6.      Cemas b.d kurang pengetahuan orang tua atau informasi tentang penyakit
C.  INTERVENSI

    1.         Diagnosa 1 :    Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan produksi mukus meningkat.

           Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan bersihan jalan napas kembali efektif.

           NOC : Respiratory status : Airway patency

           Indicator

a.       Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara napas yang bersih

b.      Menunjukan jalan napas yang paten

c.       Mampu mengeluarkan sputum

d.      Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor penghambat jalan napas

           Keterangan skala :

1 = Selalu menunjukan

2 = Sering menunjukan

3 = Kadang menunjukan

4 = Jarang menunjukan

5 = Tidak pernah menunjukan

           NIC : Airway Management

           Intervensi

a.       Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

b.      Lakukan fisioterapi dada bila perlu

c.       Keluarkan sekret dengan batuk efektif atau suction

d.      Auskultasi suara nafas, catat adanya suara nafas tambahan

e.       Monitor respirasi dan status O2

f.       Berikan bronkodilator bila perlu

    2.         Diagnosa 2 :    Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan kapiler alveoli.

          Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pertukaran gas kembali lancar.

           NOC : Respiratory status : Gas exchange

           Indicator

a.       Mendemontrasikan peningkatan ventilasi

b.      Oksigenasi yang adekuat

c.       Memelihara kebersihan paru

d.      Bebas dari tanda-tanda distress pernapasan

e.       TTV dalam rentang normal

           Keterangan skala :

1 = Selalu menunjukan

2 = Sering menunjukan

3 = Kadang menunjukan

4 = Jarang menunjukan

5 = Tidak pernah menunjukan

           NIC : Respiratory Monitoring

           Intervensi

a.       Monitor rata-rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi

b.      Monitor suara napas

c.       Auskultasi suara napas, catat area penurunan/tidak adanya ventilasi dan suara tambahan

d.      Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan napas

e.       Monitor kelelahan otot diafragma (gerakan paradoksis)

f.       Monitor TTV

      3.  Diagnosa 3 :  Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi.

           Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan suhu tubuh kembali normal.

           NOC : Thermoregulation

           Indicator

a.       Suhu tubuh dalam rentang normal

b.      Nadi dan RR dalam rentang normal

c.       Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing

           Keterangan skala :

1 = Selalu ditunjukan

2 = Sering ditunjukan

3 = Kadang ditunjukan

4 = Jarang ditunjukan

5 = Tidak pernah ditunjukan

           NIC : Fever treatment

           Intervensi

a.       Monitor suhu sesering mungkin

b.      Monitor tekanan darah, nadi dan RR

c.       Monitor kesadaran

d.      Berikan antipiretik

e.       Kompres pasien pada lipatan paha dan aksila

f.       Tingkatkan sirkulasi udara

    4.         Diagnosa 4 :    Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan output berlebih.

          Tujuan :           Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan cairan terpenuhi.

           NOC : Fluid Balance

           Indicator

a.       Membran mukosa lembab

b.      Kelembaban kulit dalam baas normal

c.       Tidak ada asites

d.      Tidak haus berlebih

           Keterangan skala :

1 = Selalu ditunjukan

2 = Sering ditunjukan

3 = Kadang ditunjukan

4 = Jarang ditunjukan

5 = Tidak pernah ditunjukan

           NIC : Fluid Management

           Intervensi

a.       Montor berat badan

b.      Pertahankan intake dan output

c.       Monitor status hidrasi

d.      Monitor TTV

e.       Monitor indikasi kelebihan cairan

f.       Monitor hasil laboratorium berhubungan dengan retensi cairan

    5.         Diagnosa 5 :    Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen.

           Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan aktivitas cukup.

           NOC : Activity tolerance

           Indicator

a.       Pola napas dalam rentang normal

b.      Warna kulit normal

c.       Kemampuan untuk berbicara saat aktivitas

d.      Kebutuhan oksigen aktivitas terpenuhi

           Keterangan skala :

1 = Selalu menunjukan

2 = Sering menunjukan

3 = Kadang menunjukan

4 = Jarang menunjukan

5 = Tidak pernah menunjukan

           NIC : Activity Therapy

           Intervensi

a.       Tentukan kesedian pasien untuk meningkatkan aktivitas sesuai kondisi fisik

b.      Bantu pasien untuk memilih aktivitas yang sesuai kondisinya

c.       Bantu pasien untuk fokus dalam melakukan aktivitasnya

d.      Monitor emosiaonal, fisik dan spiritual terhadap aktivitas

e.       Bantu keluarga memonitor peningkatan aktivitas ke arah tujuan

    6.         Diagnosa 6 :    Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan orang tua atau informasi tentang penyakit.

        Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan cemas teratasi.

           NOC : Anxiety control

           Indicator

a.       Monitor intensitas cemas

b.      Menyingkirkan tanda kecemasan

c.       Mencari informasi untuk mengurangi kecemasan

d.      Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan kecemasan

           Keterangan skala :

1 =  Tidak pernah dilakukan

2 =  Jarang dilakukan

3 =  Kadang dilakukan

4 =  Sering dilakukan

5 =  Selalu dilakukan

           NIC : Anciety Reduction

           Intervensi

a.       Tenangkan pasien dan keluarga

b.      Berikan informasi pada pasien dan kelurga tentang diagnosa, prognosis dan tindakan

c.       Sediakan aktivitas untuk menurunkan ketegangan

d.      Berusaha memahami keadaan pasien dan keluarga

e.       Temani pasien untuk mendukung keamanan dan menurunkan rasa takut

f.       Tentukan kemampuan pasien dan kelurga untuk mengambil keputusan


D. EVALUASI

1.      Diagnosa 1 : Bersihan jalan napas tidak efektif b.d produksi mucus meningkat

a.       Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara napas yang bersih

(tidak ada suara nafas tambahan)

b.      Menunjukan jalan napas yang paten         

(jalan nafas paten)

c.       Mampu mengeluarkan sputum      

(tidak ada sputum)

d.      Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor penghambat jalan napas

(tidak ada faktor penghambat jalan nafas)

2.      Diagnosa 2 : Gangguan pertukaran gas b.d perubahan kapiler alveoli

a.       Mendemontrasikan peningkatan ventilasi

b.      Oksigenasi yang adekuat                                      

c.       Memelihara kebersihan paru

d.      Bebas dari tanda-tanda distress pernapasan

e.       TTV dalam rentang normal

(S 36ÂșC, RR 24x/mt)

3.      Diagnosa 3 : Hipertermia b.d proses infeksi

a.       Suhu tubuh dalam rentang normal

(suhu 36,8°D)

b.      Nadi dan RR dalam rentang normal

(N 80x/mt, RR 24 x/mt)

c.       Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing   

(warna kulit normal dan tidak pusing)

4.      Diagnosa 4 : Resiko kekurangan volume cairan b.d output berlebih

a.       Membran mukosa lembab                         

b.      Kelembaban kulit dalam batas normal      

c.       Tidak ada asites    

d.      Tidak haus berlebih

(tidak ada dehidrasi)

5.      Diagnosa 5 : Intoleransi aktivitas b.d gangguan suplai oksigen        

a.       Pola napas  dalam rentang normal            

(pola nafas normal)

b.      Warna kulit normal                                                           

(tidak sianosis)

c.       Kemampuan untuk berbicara saat aktivitas          

d.      Kebutuhan oksigen aktivitas terpenUhi    

6.      Diagnosa 6 : Cemas b.d kurang pengetahuan orang tua atau informasi tentang penyakit

a.       Monitor intensitas cemas                          

b.      Menyingkirkan tanda kecemasan              

c.       Mencari informasi untuk mengurangi kecemasan

(tidak gelisah, terlihat terang dan relax)

d.      Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan kecemasan                             







DAFTAR PUSTAKA

Adella Piller, PHd, RN, RNP, (1999) Maternal and Child Health Nursing Care of The Bearing and Child Lippincot, England

Arif Mansjoer (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke 3 Jilid ke 2. Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta

Carpenito, Linda Juall (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.EGC.Jakarta

Ellisabeth.J.Corwin (2001). Pathofisiologi.EGC.Jakarta

Prince,Sylvia.A.(1998).Pathofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit.Edisi 4.Jilid 2.EGC.Jakarta

Prince,S.A & Wilson, L.M (1993).Pathofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Edisi 4.Jilid 2.EGC.Jakarta